Agenda pagi ke kantor
desa, sayang, pak desa tak di kantor. Rencana beralih ke puskesmas. Kami
bertemu dengan Pak Makmur, kepala Puskesmas Pancana, “bapak bermuka teduh”
juluk Kak Ratna. Beliau sangat welcome dengan keberadaan kami disini.
Koordinasi dengan petugas puskesmas pemegang prrogram tertentupun kami lakukan.
Sebelum pulang, saya memotret jadwal posyandu yang ada dibawah wilayah kerja
Puskesmas Pancana, dan saya baru tahu nama posyandu yang ada dilalabata. Mau
tahu apa nama posyandunya? Namanya Posyandu Hasrat, kenangan dan Khayalan.
Hahahah. See? Tak salahkan kalau kami memberikan tagline LEBAYBATA untuk desa
ini.
Lepas dari ketawa
lantaran nama posyandu, kami melanjutkan transek. Transek hari kedua di rute
yang paling saya sukai, jalur Matajang, dimulai dari Pacore. Jalan demi jalan
kami susuri, mencatat semua tumbuhan yang kami temui. Karena ini jalur hutan,
terlalu banyak pohon yang saya tidak tahu apa namanya. Ayolah pohon,
berkenalanlah denganku. Ini pohon apa? Itu pohon apa? Yang sana pohon apa?
Subhanallah, banyak sekali ciptaanMu yang tak saya ketahui, Yaa Rabb. Tiba-tiba
saya merasa butuh guru mata pelajaran IPA saya ada disini. Transek membawa saya
pada satu kesimpulan, sepertinya saya tak layak lulus mata pelajaran IPA waktu
itu -_-
Ada lagi pengalaman
mencekam, melalui jalan kanan kiri hutan berjurang seorang diri. Saya pikir Kak
Ratna dan Kak Ravi mendahului saya menuju spot pencatatan selanjutnya, jadi
saya mengerjar. 300 meter pertama, mereka tidak ada. Saya terus, 300 meter
kedua, ketiga, mereka tak juga nampak, jalan masih sepi, tak ada satupun rumah,
yang ada hanya hutan rimbun, saya tak berani berhenti. Saya berjalan lagi, 300
meter keempat, mereka belum nampa. Ahhhh mereka mana? Tapi setidaknya ada
kehidupan yang nampak, ada lahan kecil yang tak rimbun lagi, ada jeda diantara
hutan itu, saya berhenti, menelfon kak Ravi. “dimanaki, Kak?” dengan suara
bergetar, nyaris menangis. Dan ternyata mereka masih dibelakang, kenapa jadinya
saya yang meninggalkan mereka?. Saya putar balik dengan perasaan kacau. Saya
merajuk, marah, tapi ntah marah sama siapa, tapi ditunjukkan seolah-olah marah
ke kak Ravi, Kak Ratna memcoba menjelaskan kronologinya, saya tertawa walau
masih kesal dengan diri saya sendiri. Kak Ravi masih beranggapan saya marah
kepadanya.
Transek tetap berjalan,
keadaan sudah mencair kembali, saya tak lagi merajuk tak jelas. Hahaha.
Perjalanan kami terhenti di depan lahan yang sedang ditanami jagung. Kami
tertarik untuk berbincang dengan petani yang sedang menanam. Ternyata mereka
sedang menanam bibit jagung pembagian varietas baru, yang sosialiskasinya kami
ikuti di hari kedua kami di desa ini. Tidak hanya berbincang dengan petani,
kami juga diberi kesempatan untuk ikut menanam jagung. Menanam dilahan miring
ternyata punya sensasi tersendiri. Sensasi jatuh tergelincir contohnya. Hahaha
ulang tahunnya kemarin,
tapi hari ini masih berasa ulang tahun, alam ikut mengerjai. Wkwkwk
Komentar
Posting Komentar