Hujan telah berhenti namun masih menyisakan dingin, pun saya dalam lemari pendingin kue, ikut merasakannya, saya menggigil. Di luar sana, sayup-sayup suara adzan terdengar dari kejauhan.
Dari arah yang lebih dekat, saya mendengar beberapa orang saling menyapa. Mencoba memperkenalkan diri satu sama lain. Ahhh, indahnya bisa berkenalan dengan org baru. Tetiba saja saya merasakan hangatnya perkenalan itu.
Ruangan utama kafe makin ramai, setidaknya begitu perkiraanku. Terdengar suara berderik dr berbagai sudut, gesekan lantai dan kursi yang ditarik, pikirku.
Dialog perkenalan diripun berlanjut. Tidak, itu bukan dialog tapi multilog, percakapannya tidak lagi antar dua orang. Mereka seperti membentuk kelompok kecil dan secara bergiliran memperkenalkan diri. Saya menyimak dari kejauhan.
Mereka membahas sesuatu yang sulit saya mengerti tapi tetap menarik untuk saya dengarkan. Mereka membahas tentang fiksi. Apa yang terlintas di kepala kalian jika mendengar kata itu? Sama, sy juga beranggapan demikian, ternyata tidak. Salah seorang dari mereka mengatakan bahwa fiksi bukanlah cerita khayalan dan imajinasi semata, karena cerita fiksipun terbentuk dari fakta fakta yg imajinasikan menjadi sesuatu yang lain. Fiksi juga menjunjung tinggi prinsip setidakmasuk akal apapun ceritanya, asal jelas alur sebab musabab ketidakmasukakalan itu.
Saya amat menikmati pembahasan mereka, sampai suara seorang perempuan memecah konsentrasiku. Dia menyebut namaku, menyebutnya di hadapan kasir. Dan itu artinyaa. Yeyyy. Saya bersorak gembira, akhirnya bisa keluar dari tempat ini. Akhirnya saya bisa mendengar percakapan mereka dari dekat.
Perlahan tapi pasti, indra, pegawai kafe mendekati lemari pendingin kue, tempatku berada. Mengeluarkanku dan meletakkanku d atas piring persegi. Sejenak kurasakan suhu ruang yg lebih hangat sampai dingin kembali menusuk saat indra meletakkan satu skop es krim tepat di atas permukaanku. Indra kemudian membawaku kemeja pelanggan.
Satu choco brownie, katanya, sembari meletakkanku d depan gadis berkerudung coklat susu.
Ternyata dia sang pemikik suara cempreng itu. Perempuan yang menjadi musabab saya berada dalam forum yang tadinya hanya saya dengar dari kejauhan.
“Pilih kalimat paragraf pertama yang provokatif” kata seorang laki-laki yang tidak jauh di depan gadis berkerudung coklat susu. Sepertinya dia yang sejak tadi lebih banyak berbicara.
Si perempuan berkerudung coklat susu mulai menyendok choco brownie pertamanya. Mengunyahnya secara perlahan. Saat itu juga sy mampu membaca pikirannya. Ternyata dia sedang berada dalam forum kelas menulis yang di adakan oleh komunitas yang menamai dirinya KEPO Initiative, dan lelaki yang berbicara tadi adalah Faisal Oddang, narasumber mereka malam ini, seroang anak muda hebat, setidaknya begitu menurut perempuan berkerudung coklat susu.
Sendok demi sendok choco brownie itu di nikmati.
Stttttt. Dingin eskrim yg menyentuh saraf sensitif giginya, menyadarkan Si perempuan berkerudung coklat susu yang sedang berusaha membuat cerita dengan sudut pandang yg berbeda. Mencoba menerapkan penguatan karakter dan membuat alur cerita dan dialog yg senatural mungkin dan sesuai dengan karakter tokoh. Tapii. Gagal sudah percobaan itu. Rintihnya dalam hati. Pulang dari sini, harus betul-betul mencoba membuat cerita fiksi semacam itu, batinnya.
Faisal oddang, menutup kelas hari ini dgn menjawab pertanyaan peserta tentang buku yg berpengaruh dengan dunianya. Buku yang akan coba kami baca, barangkali juga dapat mengubah dunia kami. Hahaha
Komentar
Posting Komentar